Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Jepang mengakui keunggulan Indonesia dan beberapa negara ASEAN terkait digitalisasi dan data transfer. Menurut Airlangga, negara ASEAN telah mengembangkan pembayaran menggunakan mata uang lokal tanpa dolar Amerika Serikat (AS) atau local currency settlement (LCS).
Dengan begitu sejumlah negara ASEAN termasuk Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Filipina, Indonesia bisa melakukan transaksi menggunakan QRIS tanpa dolar AS. Jepang, menurut Airlangga, ingin belajar dari Indonesia.
"ASEAN sudah masuk di dalam LCS, dengan beberapa local currency settlement, di mana untuk berbelanja di 5 negara ASEAN cukup dengan QR dari Indonesia, demikian pula secara lokal antara di Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand dan Vietnam. Nah itu sangat diapresiasi," ujar Airlangga saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2024).
"Bisa payment di luar negeri dengan QRIS, sehingga kita tidak menggunakan broker yang namanya US$. Nah ini kalau ini dilakukan kita termasuk dalam transfer data dengan trust karena sudah ada BI dan lain-lain, dan itu OECD pun bahkan Jepang mau belajar dari Indonesia," sambung Airlangga.
Hal lainnya berkaitan dengan Artificial Intelligence (AI) yang sudah digunakan oleh startup di Indonesia. Terlebih Indonesia memiliki 2 decacorn, salah satunya GoTo yang juga diapresiasi Jepang.
Menurut Airlangga salah satu alasannya terkait masalah bahasa. Airlangga menyebut Indonesia lebih siap dengan pasar global karena semua aplikasi digitalnya menggunakan bahasa Inggris.
"Jawabannya satu, Jepang kan specific country, semuanya dengan Kanji (bahasanya), sedangkan Indonesia siap dengan global market karena semua aplikasi digital dengan bahasa Inggris. DI situ Jepang mau belajar dari Indonesia," bebernya.
Ia menyebut ekonomi digital Indonesia tahun 2025 bisa tembus US$ 17 miliar, dan US$ 400 miliar pada 2030. Sementara di ASEAN, dengan digital framework yang ada ekonomi digital bisa tembus US$ 1 triliun hingga US$ 2 triliun.
"Ekonomi digital Indonesia 2025 US$ 174 miliar, dan tahun 2030 US$ 400 billion. Tapi dengan digital economy framework ASEAN yang biasa business as usual US$ 1 triliun akan jadi US$ 2 triliun, bayangkan Indonesia berapa," tutupnya.