Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) nyaris menyentuh level Rp16.300. Namun, Presiden Indonesia mengaku tidak terlalu khawatir karena mata uang semua negara sedang tertekan.
Mengikuti pergerakan nilai tukar rupiah di Jakarta di awal pekan ini luar biasa. Jika meminjam gurauan yang kerap digunakan di sosmed, “ngeri-ngeri sedap!” Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika saat penutupan pasar mencapai Rp16.283 per dolar Amerika, atau melemah 0,53 persen dibandingkan pada akhir pekan lalu yang bergerak di Rp16.196 per dolar AS.
Namun Presiden Indonesia mengatakan tidak hanya rupiah, beberapa mata uang negara lain juga mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika. Menurutnya depresiasi mata uang di semua negara, termasuk Indonesia salah satunya dikarenakan global yang masih dihantui oleh ketidakpastian.
“Semua negara sekarang ini mengalami hal yang sama, tertekan oleh yang namanya dolar (Amerika Serikat) kursnya. Ketidakpastian global sekarang ini memang menghantui semua negara, tetapi menurut saya kalau masih di angka 16.200-16.300 masih pada posisi yang baiklah,” ungkap Jokowi di Jakarta.
Data Ketenagakerjaan Amerika Serikat
Ekonom Bank BCA David Sumual mengungkapkan masih menguatnya indeks dolar Amerika Serikat salah satunya karena data ketenagakerjaan dari negeri Paman Sam yang positif, dan lebih tinggi dari ekspektasi pasar. Hal inilah yang membuat kebijakan The Fed terkait suku bunganya akan cenderung dipertahankan.
“Jadi karena faktor pengumuman non farm payrolls yang membuat market stress karena di atas ekspektasi. Artinya suku bunga The Fed masih akan bertahan kelihatannya, dan itu membuat mata uang di negara emerging market banyak yang melemah termasuk rupiah,” ungkapnya ketika berbincang dengan VOA.
Menurutnya, pelemahan ini masih akan berlanjut dalam jangka pendek sehingga diperkirakan rupiah masih sulit untuk bergerak di bawah Rp16.000, bahkan David memproyeksikan rupiah masih akan bergerak ke level Rp16.500 per dolar Amerika Serikat.
“Tetapi menurut saya fundamental rupiah kita untuk sementara di kisaran di atas Rp16.000-Rp16.500 dalam jangka pendeknya. Itu posisi yang kita sebut sebagai resistance level, supportnya di jangka pendek masih di level Rp16.000,” jelasnya.
Dampak terhadap Ekonomi Indonesia
Lalu apa dampaknya terhadap perekonomian tanah air? David menilai sektor riil biasanya paling terdampak signifikan akibat pergerakan rupiah masih akan cenderung aman, asalkan naik turunnya pergerakan rupiah tidak cukup drastis dalam jangka waktu pendek.
“Sebenarnya kalau buat sektor riil yang paling penting adalah stabilitas, jadi kalaupun melemah tidak terlalu drastis, misalnya melemah lima persen dalam satu hari. Itu yang membuat khawatir karena banyak yang akan ragu-ragu nanti mengambil keputusan bisnis. Tetapi kalau menguat atau melemah di bawah satu persen , di bawah setengah persen, saya pikir masih cukup (aman) karena BI menjaga juga volatilitas setiap harinya,” paparnya.
Pelemahan mata uang garuda dibandingkan dengan mata uang di negara emerging market lainnya, sejauh ini kata David masih cukup aman yakni hampir lima persen sejak awal tahun. Negara-negara lainnya sudah mengalami pelemahan mata uang yang cukup dalam, seperti Argentina dan Turki yang sudah melemah di atas 30 persen, dan juga mata uang yen Jepang yang sudah terdepresiasi 10 persen.
Pemerintah diharapkan lebih banyak membuat kebijakan-kebijakan ekonomi yang dapat memantapkan stabilitas perekonomian di dalam negeri – terutama dalam jangka pendek – untuk menjaga pergerakan nilai tukar rupiah.
“Kalau dari sisi pemerintah memang jangan ada kebijakan jangka pendek yang bisa membuat rupiah menguat juga, karena flownya saat ini semua mata uang melemah terhadap dolar AS. Tetapi saya pikir (pemerintah perlu) untuk dorong hasil ekspor supaya benar-benar masuk ke dalam negeri, terus lakukan sosialisasi supaya minat dari eksportir lebih kuat lagi untuk menempatkan hasil ekspornya di Indonesia,” tegasnya.
Situs marketwatch mencatat penurunan rupiah lebih tajam, yaitu Rp.16.300 per satu dolar Amerika.
Tidak hanya rupiah saja, mata uang di negara emerging market lainnya juga kompak melemah terhadap dolar Amerika seperti ringgit Malaysia yang melemah 0,57 persen, peso Filipina melemah 0,45 persen, serta rupee India yang juga melemah 0,14 persen.