BACA BERITA

Mayoritas Mata Uang Asia Melemah, Yen dan Bath Curi Perhatian

Author: matauang Category: Keuangan
Mayoritas mata uang Asia masih tertahan di bawah tekanan dolar Amerika Serikat (AS).

Meski begitu, sebagian mata uang menunjukkan ketahanan di tengah sorotan negatif terhadap prospek fiskal Negeri Paman Sam.

Mengutip Bloomberg, Selasa (3/6), yen Jepang (JPY) memimpin penguatan tipis sebesar 0,63% terhadap dolar AS dalam sepekan. Disusul bath Thailand (THB) naik 0,43%, dan yuan China (CNY) menguat 0,10%.
Sebaliknya, peso Filipina (PHP) turun 0,30%, rupee India (INR) melemah 0,29%, dan ringgit Malaysia terkoreksi 0,16% terhadap dolar AS selama sepekan terakhir.

Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra mengatakan, pasar mulai bereaksi negatif terhadap kondisi ekonomi AS, terutama akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump dan meningkatnya defisit anggaran yang berpotensi memicu lonjakan utang.

“Kondisi ini pada akhirnya menekan dolar AS,” kata Ariston kepada Kontan.co.id.

Tekanan juga datang dari dampak lanjutan kebijakan proteksionis AS terhadap negara mitra dagang, termasuk Indonesia dan China. Aktivitas manufaktur China yang melemah jadi indikator utama.

Sentimen Dolar AS Tertekan

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menambahkan bahwa tawaran perpanjangan keringanan tarif atas barang China hingga 31 Agustus 2025, serta ancaman tarif tambahan hingga 50% untuk baja dan aluminium, turut membebani sentimen pasar.

“Rencana fiskal AS yang agresif, dengan potensi defisit hingga US$ 4 triliun dalam satu dekade, menimbulkan keraguan pasar dan menekan dolar,” ujar Josua.

Ia mencatat penguatan yen mencerminkan meningkatnya permintaan atas aset safe haven di tengah ketidakpastian. Yen dinilai menarik untuk posisi long terhadap dolar hingga pertengahan Juni.

Sementara yuan cenderung diuntungkan dalam kondisi pasar risk-off, meskipun secara teknikal sedang terkoreksi.

Arah Dolar Ditentukan Data Ekonomi AS

Ariston menilai, secara umum, dolar AS berpeluang melemah atau setidaknya berkonsolidasi dalam sepekan ini.

Pelaku pasar akan mencermati sejumlah data penting, mulai dari aktivitas manufaktur, sektor jasa, hingga tenaga kerja.

“Jika data aktual lebih lemah dari ekspektasi, tekanan terhadap dolar AS bisa semakin dalam,” pungkas Ariston.