Rupiah ditutup cerah pada akhir perdagangan Rabu (11/09/2024) di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) bersamaan dengan penantian pasar terhadap data inflasi konsumen AS malam hari ini.
Melansir dari Refinitiv, nilai mata uang garuda ditutup pada posisi Rp15.395/US$, menguat 0,32% dari harga penutupan perdagangan kemarin Selasa (10/09/2024). Rupiah kini sentuh level psikologis Rp15.300an/US$.
Sebaliknya, dengan menguatnya nilai tukar rupiah, indeks dolar AS (DXY) alami pelemahan sebesar 0,23% ke titik 101,395 dari penutupan sebelumnya.
Penguatan nilai tukar rupiah tidak hanya dipengaruhi oleh pelemahan DXY, tetapi juga didukung oleh antisipasi pasar terhadap data inflasi AS Agustus 2024 yang diperkirakan melandai ke level 2,6% year-on-year (yoy).
Untuk diketahui, data inflasi AS Juli 2024 tercatat 2,9% yoy, lebih rendah dari perkiraan dan menurun dibandingkan bulan Juni yang sebesar 3% yoy. Angka ini merupakan yang terendah sejak Maret 2021, dengan perbaikan signifikan di berbagai sektor.
Terjadi penurunan inflasi pada sektor perumahan (5,1% vs 5,2%), transportasi (8,8% vs 9,4%), dan pakaian (0,2% vs 0,8%). Harga kendaraan baru dan bekas juga mengalami penurunan, sementara inflasi makanan tetap stabil. Namun, biaya energi mengalami sedikit kenaikan.
Berdasarkan perangkat survei CME FedWatch, mayoritas pelaku pasar (71%) memperkirakan bank sentral AS (The Fed) akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Sementara itu, prediksi penurunan sebesar 50 basis poin sebesar 29%.
Pasar juga menantikan data klaim pengangguran mingguan yang akan dirilis pada 12 September 2024, dengan proyeksi peningkatan menjadi 231.000.
Data inflasi dan pasar tenaga kerja ini memperkuat ekspektasi bahwa The Fed kemungkinan besar akan memangkas suku bunga dalam pertemuan FOMC pada 18 September mendatang.
Situasi ini memberikan dampak positif terhadap aset-aset di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.